Menyontek

 


MENYONTEK

Oleh : M. Fithri, S.Ag*) 

Prilaku siswa nyontek tidak bisa dianggap sepele atau dianggap lumrah, karena bisa jadi akan menjadi cerminan bagaimana siswa kelak setelah lulus dari sekolah.

Guru sebagai pendidik secara sadar atau tidak, turut andil menumbuhkan siswa menjadi calon penipu, preman, persahabatan semu, penzaliman, bahkan calon koruptor,  jika tidak peduli melihat peserta didiknya melakukan penyontekkan.

Menyontek berbeda dengan mengulangi ucapan atau menulis ulang dari penerimaan indera pandang dengar dia sendiri dari nara sumber dengan menggunakan gaya bahasa sendiri atau hapalan persis seperti yang dia tangkap, menyontek disini adalah menyalin persis yang dia dapat dari hasil ingatan dan karya pikir siswa lain dengan cara tidak halal, sampai titik koma, dan dia sama sekali tidak memahami apa yang dia contek, apalagi membedakan benar atau salah.

Fenomena menyontek bisa menjadi ukuran keberhasilan guru dalam mengajar, dalam pembelajaran Kurikulum KTSP yang kini disempurnakan dengan Kurikulum 2013, salah satunya adalah membentuk siswa yang mandiri. kreatif dan inovatif, serta berbudi pekerti mulia. Bagaimana mungkin menjadikan siswa seperti di atas kalau siswanya masih sangat tergantung dengan siswa yang lain (tidak mandiri), jangan berharap dapat melangkah pada level berikutnya menjadi kreatif apalagi inovatif, serta jauh panggang dari api berbudi pekerti mulia.

Harus disadari bahwa semua siswa punya modal yang sama = mata melihat, telinga mendengar, mulut bicara, bisa menulis, otak berfikir. Sebetulnya tidak ada siswa bodoh, tidak ada siswa yang tidak bisa, yang ada adalah siswa yang tidak mau (mendengarkan, memperhatikan, rajin) bukan tak mampu (tidak memperhatikan, malas), begitulah selama ini yang kita tahu, amati dan alami, tergantung bagaimana guru mengkomunikasikan, langkah-langkah pembelajaran dan metode yang dilakukan selama proses pembelajaran, dengan kata lain kalau gurunya profesional, siswanya juga akan memperoleh ilmu, pintar dan berbudi pekerti baik.

Kaitannya dengan pembentukan karakter siswa, fungsi guru menjadi sangat penting, setiap melihat gejala penyimpangan, guru semestinya selalu bereaksi berupa tindakan kelas (baik kelas dalam arti sesungguhnya sedang berlangsung didalam ruang kelas, maupun diluar kelas dilingkungan sekolah atau lebih luas lagi, karena status guru dan siswa melekat tidak terbatas ruang dan waktu) mengembalikan ke arah yang benar.

Yang juga sangat menentukan adalah peran orang tua, karena sebagian besar waktu peserta didik dihabiskan dilingkungan keluarga, sebagai rumah utama, sehingga penting di rumah anak merasa betah, harmonis, keperluannya terpenuhi, merasa aman dan dihargai selayaknya, rumah menjadi baiti jannati (rumahku surgaku), sedang sekolah adalah rumah kedua, tugas guru dan civitas akademika menjadikan sekolah menjadi madrasati jannati (sekolahku surgaku), populer sekarang diistilahkan sebagai Sekolah Menyenangkan Siswa. Jadi sebetulnya guru hanyalah perpanjangan tangan orangtua, karena tugas pendidikan anak porsi terbesarnya adalah orangtua dan keluarga.

Berikut ini adalah beberapa tipe penyontek, paling tidak ada lima tipe yang bisa kita temukan ;

Tipe 1 = Menggunakan Ketampanan/Kecantikan. Ketampanan atau kecantikan merupakan karunia Allah dan ini disadari betul oleh orang tipe ini, tetapi sayangnya digunakan sebagai alat untuk mendapatkan yang diinginkan dengan tanpa susah payah belajar, cukup dengan memacari dan memikat orang yang pintar yang mau menyontekkan, tetapi dengan mudah kalau sudah tercapai tujuannya akan ditinggalkannya, prilaku seperti ini kalau  tidak luruskan, bisa berakibat menjadi calon penipu ulung.

Tipe 2 = Merasa Kuat/Berani/Jago.  Prilaku tipe ini sama dengan menghujat Allah lewat asma Allah Al Qowwy = Maha Perkasa), tipe ini dia merasa jagoan, orang takut dengan dia, lalu digunakannya di sekolah termasuk untuk menyontek, apabila tidak mau menyontekkan bisa dihajarnya, bila tidak menyadari bahwa prilaku tipe seperti ini adalah prilaku yang salah, nantinya bisa mengarah menjadi calon preman, bahwa mendapatkan/mencapai sesuatu yang diinginkan dengan kejagoan, kekuatan dan kekerasan.

Tipe 3 = Dengan Mengandalkan Harta/Uang. Contohnya dengan janji traktir atau dibelikan sesuatu atau langsung berupa uang kalau mau menyontekkan, bila tidak disadari bahwa cara seperti salah, tipe ini akan mempunyai kecenderungan menjadi calon koruptor, bahwa untuk mencapai tujuan dengan cara menyogok. Sedang yang menyontekkan dari tipe ini nantinya akan punya kecenderungan menyalahgunakan kepintaran atau jabatan yang diamanahkan kepadanya kepada siapa saja yang bisa memberi uang, termasuk yang tidak berhak, meskipun sebetulnya pemakai/pelanggan tidak perlu mengeluarkan uang lagi, karena sudah merupakan hak pemakai/pelanggan.

Tipe 4 = Dengan Menyalahgunakan Pertemanan/Persahabatan. Prilaku ini menjadikan pertemanan/persahabatan sebagai senjata untuk bisa menyontek, siswa yang seperti ini secara sadar atau tidak  melakukan kezaliman. Kezaliman tidak selalu identik dengan kekerasan, tetapi bisa juga secara psikis, termasuk menzalimi dalam hal ini bisa  mencontekkan.  Sedang yang mencontek berarti menzalimi diri sendiri, karena menjadikan dirinya bodoh, pertemanan ini adalah pertemanan semu, tidak sejati, hanya kepentingan sesaat, kelihatannya saja masalah untuk saat itu teratasi, tidak menyadari akibat dikemudian hari berupa ketidak mandirian, menjadikan orang lain dan diri sendiri menjadi bodoh. Pertemanan barulah sejati, tentunya tidak mau menjadikan temannya terjerumus dalam kebodohan.

Tipe 5 = kombinasi dari tipe-tipe di atas, misalnya kombinasi antara tipe 3 dan 4, agak tersamar antara penyogokan dengan pertemanan, tetapi tipe ini kalau tidak disogok cenderung tidak mau menyontekkan,

Semua tipe di atas adalah merusak pembentukan karakter siswa, siswa penyontek tipe-tipe diatas cenderung malas belajar, bermental lemah dan tidak mandiri, dan ini bisa terlihat jelas pada saat orang yang diharapkannya menyontekkan berhalangan hadir, dia  bingung dan mati angin, akan ketahuan bahwa yang biasanya kelihatan pintar, ternyata bodoh. Akibat dikemudian hari, kalau yang dilakukannya sekarang tidak disadari dan disadarkan sebagai prilaku yang salah, akan cenderung menjadi calon penipu ulung, preman, melakukan kezaliman terhadap orang lain dan diri sendiri, bahkan menjadi calon koruptor.

Namun memang kita masih dilema dan kita nampaknya belum siap, kita ambil contoh : bebarapa waktu lalu ramai diberitakan pada waktu pelaksanaan UN untuk SD, di Jawa Timur seorang anak SD di minta gurunya menyontekkan kepada teman-temannya, si siswa tidak mau, akibatnya nilai teman-temannya jelek dan bahkan ada yang tidak lulus UN, dia kemudian dikucilkan bahkan diintimidasi, tidak saja oleh teman-temannya, bahkan juga oleh guru/sekolah dan para orangtua siswa teman-temannya, apalagi ketika masuk berita TV, makin diteror, klimaksnya si siswa terpaksa pindah rumah dan melanjutkan sekolah di luar kota. Bukankah menjadi logika terbalik?, seharusnya yang menyonteklah yang semestinya diperlakukan seperti itu!!.

Tulisan ini jauh dari niat ingin menggurui, hanya saja coba tanya hati  nurani kita, tidakkah bila kita membiarkan menyontek ini sepertinya kita telah melakukan kesalahan dan dosa secara sadar bahkan secara berjamaah?.

Wallahu ‘a lam bish shawab.

*)Pengajar di SMA Korpri Banjarmasin (ditulis tahun 2010)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Agenda Tersembunyi Praktek Pernikahan Beda Agama

Ikhtiar Bersama Pencegahan dan Penanggulangan Wabah Covid 19 (Bagian 1)

BAZNAS, Zakat Profesi ASN dan Politik Ummat