BAZNAS, Zakat Profesi ASN dan Politik Ummat
CATATAN DISKUSI ICMI :
“BAZNAS, ZAKAT PROFESI ASN DAN POLITIK UMMAT”
Dr (Cand) Taufik
Arbain, MSc, selaku Sekretaris ICMI Kalsel
mewakili Ketua ICMI Kalsel, menyampaikan bahwa maksud dari kegiatan hari ini 19 Februari
2018, karena ICMI peduli dan bagaimana menghadirkan diri di tengah
umat, yang sepatutnya dilayani agar tidak terjadi kegalauan dalam membangun
pemahaman ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an, untuk apa dan seberapa manfaat bagi
kemaslahatan ummat?, pentingkah pengelolaan zakat profesi itu diatur oleh Negara?,
dengan adanya rencana kebijakan pemerintah tentang pemberlakukan zakat profesi
2,5 % bagi Aparatur Sipil Negara yang beragama Islam melalui Kepres, yang pada
saat ini menuai polemik, yang mengarah pada kecurigaan politik, bahwa bukan
diperuntukkan bagi kepentingan ummat, tapi kepentingan lain, sehingga menjadi
jembatan dialektika sumbang saran dan pemikiran dengan pemerintah, agar kondisi
Ke-Indonesia-an dan ke-Islam-an tetap kokoh rahmatan lil’alamin.
Selaku tuan
rumah, Direktur Pasca Sarjana ULM Prof.Dr.H.Udiansyah, antara lain
menyampaikan para praktisi, pakar dan ilmuan kita, dalam menghadapi masalah,
sebenarnya canggih dan tepat guna karena
kita mengenal betul diri dan lingkungan kita, ada kekhasan, praktis dan
penanganan yang tepat, kelimuan tidak selalu berdasarkan teori ilmiah yang
njelimet atau SOP yang bertele-tele, yang tidak dipunyai oleh lembaga atau
Negara lain.
Pada acara ini
juga, diserahterimakan sejumlah puluhan buku yang diterbitkan ICMI dari
pengurus ICMI kepada UNU (Universitas Nahdatul Ulama) dan UMB (Universitas
Muhammadiyah Banjarmasin).
Selanjutnya
acara diskusi dimoderatori oleh Ir. Irfani
Hazransyah, MM, tokoh NGO Nasional yang juga adalah Sekretaris Dewan
Pakar ICMI Kalsel, dalam pengantarnya Irfani menyatakan, tidak ada persiapan
karena ditunjuk mendadak, siapnya malah sebagai peserta, sehingga dikhawatirkan
bisa tidak moderat, atau ternyata tidak sesuai dengan harapan yang diinginkan
panitia dan peserta.
Moderator kemudian mempersilahkan nara sumber menyampaikan paparannya, berturut turut dimulai Dr Andi Tenri Sompa, SIP, M.SI, (akademisi ULM Banjarmasin) kemudian Prof Dr H M Fahmi Al Amruzi, M.Hum (akademisi UIN Antasari Banjarmasin) dan ditutup oleh Prof Drs H Asmaji Darmawi, MM (Baznas Provinsi Kalsel)
Pembicara
Pertama Dr Andi Tenri Sompa, SIP, M.SI, Dengan Judul Makalah : Kebijakan Zakat Profesi ASN Dalam Pusaran
Kekuasaan Politik Negara (Politik Umat?)
Pemerintah akan Memotong Gaji ASN untuk Zakat
: Wacana ini cukup berpolemik di kalangan sejumlah ASN
dan Kaum Cendikia; Apa yang melatarbelakangi
kebijakan ini?; Negara (Pemerintah) telah memotong Gaji ASN untuk pajak 5-15%,
Apa perbedaan pajak dan zakat?; Mengapa ada
“diskriminasi” antara Muslim dan Non Muslim terkait pemotongan gaji?, Perlu
diantisipasi gejolak kecemburuan sosial dari kebijakan tersebut; Bagaimana fungsi negara dalam konteks negara Kesatuan
dan bukan Negara berazaskan Islam?; Lalu, apakah ini bentuk
penurunan indeks demokrasi di Indonesia
atau salah satu bentuk hegemoni negara menjelang pemilu?
Latarbelakang
(Asumsi) Rencana Pemotongan Gaji ASN untuk zakat : Potensi Zakat ASN Muslim
dapat mencapai 200 Triliun per tahun; Mengoptimalkan potensi zakat yang
dimiliki oleh ASN; Pemerintah ingin memfasilitasi ASN Muslim untuk menunaikan ibadah; Kegagalan
Pemerintah dalam Penerimaan Perpajakan; “Ada kemungkinan menutupi defisit
anggaran”; Persfektif Islam Kultural yang masih melekat pada pencetus ide ini
Persoalannnya adalah negara telah melakukan
pemotongan terhadap gaji/penghasilan ASN dalam bentuk pajak, bagaimana
membedakan keduanya?
Perbedaan Pajak dan Zakat menurut
Prof. Dr. Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar:
Pajak |
Zakat |
Beban yg
ditetapkan oleh pemerintah, dikumpul-kan sebagai sebuah keharusan untuk
menutupi anggaran umum, perekonomian, kemasyarakatan, politik, dsb yang
dicanangkan oleh negara. |
Hak yang
wajib pada harta tertentu, untuk orang tertentu, dikeluarkan pada masa
tertentu, untuk mendapatkan keridhaan Allah
SWT, membersih-kan diri, harta dan masyarakat. |
Tidak
memiliki makna ibadah, hanya bersifat keharusan yang ditetapkan oleh Negara |
Ditunaikan dengan maksud ibadah kepada Allah SWT |
Ditetapkan
oleh pemerintah yang kadarnya dapat ditambah atau dikurangi kapan saja,
ketika peme-rintah menginginkannya sesuai kepentingan maslahat pribadi dan
masyarakat |
Kewajiban yang ditetapkan langsung kadar ukuran-nya oleh syari’at,
tanpa memberi peluang bagi hawa nafsu
dan keinginan pribadi manusia dalam penetapannya. |
Dikumpulkan
dalam kas negara dan dibelanjakan untuk kepentingan yang berbeda-beda |
Telah
ditetapkan tempat penyalurannya oleh syari’at.
Golongan yang berhak menerima sudah ditetapkan oleh Allah SWT. |
Tidak
memiliki sifat tetap dan kekal, baik dari segi jenisnya, ukuran minimal
wajibnya, kadarnya, maupun tempat pembelanjaannya |
Kewajiban yang sifatnya kekal selama di bumi bagi umat islam |
Kekuasaan
Politik Negara (Politik Ummat?); Negara adalah suatu organisasi yang didalamnya
terdapat rakyat, wilayah yang permanen dan pemerintahan yang sah; Fungsi
atau Tugas Negara adalah mengatur kehidupan yang ada
dalam negara untuk mencapai tujuan negara; Fungsi negara antara lain menjaga
ketertiban masyarakat, mengusahakan kesejahteraan rakyat,membentuk pertahanan,
dan menegakkan keadilan; Tujuan NKRI adalah tercantumn dalam pembukaan UUD 1945
alinea ke-4; Sifat absolut Negara: memaksa, monopoli, mencakup semua (termasuk
bayar pajak dan atau Zakat?); Pemikiran Politik Islam Di Indonesia, dalam
persefektif islam kultural. Bahwa islam kultural benar-benar hidup di Indonesia
dan berkembang biak, dalam pandangan ini pemerintah sama sekali tidak mempunyai
kepentingan untuk menentang kesalehan religius. Dalam persfektif ini, maka
islam kultural (politik umat) secara lebih besar dapat mempengaruhi pemerintah
untuk menawarkan sejumlah konsesi kepada umat islam (Membayar zakat dengan
pemotongan gaji).
”Tujuan
negara selalu sama: untuk
membatasi individu, menjinakkannya, menundukkannya dan menaklukkkannya” Max Stirner, The Ego and
His Own (1845).
Pembicara ke-dua; Prof Dr H M Fahmi Al Amruzi,
M.Hum dengan
judul makalah “ZAKAT PROFESI ASN”
Zakat Profesi, Pengertian Zakat; Menurut
Bahasa (lughat), zakat berarti : tumbuh; berkembang; kesuburan atau bertambah
(HR. At-Tirmidzi) atau dapat pula berarti membersihkan atau mensucikan (QS.
At-Taubah : 10); Menurut Hukum Islam (syara'), zakat adalah nama bagi
suatu pengambilan tertentu dari harta yang tertentu, menurut sifat-sifat yang
tertentu dan untuk diberikan kepada golongan tertentu (Al Mawardi dalam kitab
Al Hawiy)
Dasar Hukum Zakat, Firman Allah diantaranya
pada surah: Al Baqarah ayat 43: “dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan
ruku'lah beserta orang-orang yang ruku‘”
Al
Taubah ayat 103: “ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu
kamu membersihkan dan mensucikan mereka”
Macam-macam zakat; Zakat Nafs (jiwa), juga
disebut zakat fitrah; Zakat Maal (harta).
Syarat wajib zakat; Muslim; Aqil (Berakal); Balig;
Memilki harta yang mencapai nisab.
Syarat Kekayaan yang wajib
dizakati; Milik penuh; Berkembang; Cukup Nisab; Lebih dari kebutuhan pokok; Bebas
dari hutang; Berlaku satu tahun.
Harta (maal) yang Wajib di Zakati; 1. Binatang Ternak meliputi hewan besar
(unta, sapi, kerbau), hewan kecil (kambing, domba) dan unggas (ayam, itik,
burung); 2. Emas
& Perak baik berupa uang, leburan logam, bejana, souvenir, ukiran atau yang lain. Termasuk dalam kategori
emas dan perak, adalah mata uang yang berlaku pada waktu itu di masing-masing
negara; 3. Harta
Perniagaan adalah semua yang diperuntukkan untuk diperjual-belikan dalam berbagai
jenisnya; 4. Hasil
Pertanian adalah hasil tumbuh-tumbuhan atau tanaman yang bernilai ekonomis seperti
biji-bijian, umbi-umbian, sayur-mayur, buah-buahan, tanaman hias,
rumput-rumputan, dedaunan, dll; 5. Ma-din (hasil tambang)
& Kekayaan Laut adalah benda-benda yang terdapat di dalam perut bumi
dan memiliki nilai ekonomis seperti emas, perak, timah, tembaga, marmer, giok,
minyak bumi, batu-bara, dll. Kekayaan laut adalah segala sesuatu yang
dieksploitasi dari laut seperti mutiara, ambar, marjan, dll; 6. Riqaz adalah harta terpendam
dari zaman dahulu atau biasa disebut dengan harta karun. Termasuk didalamnya
harta yang ditemukan dan tidak ada yang mengaku sebagai pemiliknya.
UU No 23 tahun 2011, Pasal 4; (1) Zakat meliputi
zakat mal dan zakat fitrah; (2) Zakat
mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. emas, perak, dan logam
mulia lainnya; b. uang dan surat berharga lainnya; c. perniagaan; d. pertanian,
perkebunan dan kehutanan; e. peternakan dan perikanan; f. pertambangan; g.
perindustrian; h. pendapatan dan jasa; dan i.
rikaz.
Penerima zakat, Al Taubah ayat 60: “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk
orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, Para mu'allaf
yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang,
untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Orang yang berhak menerima Zakat terdiri dari
8 macam golongan: 1. Fakir : Orang yang hampir tidak memiliki apa-apa sehingga
tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok hidup; 2. Miskin : Orang yang memiliki
harta namun tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar untuk hidup; 3. Amil :
Orang yang mengumpulkan dan membagikan zakat; 4. Mu'allaf : Orang yang baru
masuk Islam dan membutuhkan bantuan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan
barunya; 5. Hamba sahaya : Orang yang ingin memerdekakan dirinya; 6. Gharimin :
Orang yang berhutang untuk kebutuhan yang halal dan tidak sanggup untuk
memenuhinya; 7. Fisabilillah : Orang yang berjuang di jalan Allah; 8. Ibnus Sabil : Orang
yang kehabisan biaya di perjalanan.
Pengertian Profesi; Dalam kamus Bahasa
Indonesia, Profesi adalah: bidang pekerjaan yang dilandasi pendidikan keahlian
tertentu (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya)
Profesi adalah suatu pekerjaan yang
memerlukan pelatihan maupun penguasaan terhadap ilmu pengetahuan tertentu. atau
Profesi juga sering diartikan sebagai
pekerjaan yang memerlukan pelatihan dan keahlian khusus
Profesi adalah pekerjaan bisa di bidang jasa
atau pelayanan.
Kategori
dan Karakteristik Profesi; Ada dua kategori pekerjaan yang menghasilkan
upah/pendapatan, yaitu: Al-Mihan al-Hurrah, yaitu Setiap pekerjaan yang
dilakukan, baik pekerjaan yang mengandalkan otak; seperti pengacara, penulis,
intelektualitas, dokter, konsultan, pekerja kantoran, dan sejenisnya
(al-Mihaniyyun); Pekerjaan yang mengandalkan tangan atau tenaga; misalnya para
perajin, pandai besi, tukang las, mekanik bengkel, tukang jahit buruh bangunan,
dan sejenisnya (ashabul hirfah).
Zakat Profesi, Istilah; 1. Zakat profesi = maal
mustafad ; 2. Zakat profesi = zakatu kasb al-amal wa al-mihan al-hurrah;
3. Zakat profesi = zakatu rawatib al-muwazhaffin
Zakat profesi adalah zakat yang dikenakan
pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan
sendiri maupun bersama orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan
(uang) yang memenuhi nishab.
MUI; Zakat Profesi dalam Istilah MUI adalah
zakat penghasilan yaitu setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa
dan lain-lain yang diperoleh dengan cara yang halal baik rutin seperti seperti
pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter,
pengacara, konsultan, dan sejenisnya serta pendapatan yang diperoleh dari
pekerjaan bebas lainnya.
Pendapat Ulama; Zakat profesi (maal
mustafad) ini bukan bahasan baru, para ulama fikih sudah menjelaskan dalam
kitab-kitab klasik, di antaranya adalah kitab al-Muhalla (Ibnu Hazm), dan
al-Mughni (Ibnu Quddamah), Menurut
mereka setiap upah/gaji yang didapatkan dari pekerjaan wajib zakat (wajib
ditunaikan zakatnya).
Mayoritas ulama madzhab empat tidak
mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapai nishab dan sudah sampai setahun (haul).
Dr.
Wahbah Az-Zuhaili, Dalam kitabnya, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu
menyebutkan: “Yang menjadi ketetapan dari empat mazhab bahwa tidak ada zakat
untuk mal mustafad (zakat profesi), kecuali bila telah mencapai nishab dan
haul” Selanjutnya Dr. Wahbah Az Zuhaili menjelaskan: “Dan
dimungkinkan adanya pendapat atas kewajiban zakat pada mal mustafad semata
ketika menerimanya meski tidak sampai satu tahun, karena mengambil pendapat
dari sebagian shahabat seperti Ibnu Abbas, Ibnu Mas'ud dan Mu'awiyah”.
Dr. Abdul Wahhab Khalaf; Dalam kutipan kuliah
yang beliau sampaikan tentang zakat, disebutkan bahwa zakat profesi itu wajib,
namun harus memenuhi syarat haul dan nishab dulu. Berikut kutipannya : “Sedangkan
penghasilan kerja dan profesi diambil zakatnya apabila telah dimiliki selama
setahun dan telah mencapai nishab”.
Ulama Muta’akhkhirin; menegaskan bahwa zakat
penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai
satu tahun, Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas,
Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan
Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya, Sebagaimana
disebutkan dalam beberapa riwayat, diantaranya Ibnu Mas’ud, Mu’awiyah, dan Umar
bin Abdul Aziz.
Abu ‘Ubaid meriwayatkan dari Ibnu Abbas
tentang seorang laki-laki yang memperoleh penghasilan “Ia mengeluarkan zakatnya
pada hari ia memperolehnya.”
Abu Ubaid juga meriwayatkan bahwa Umar bin
Abdul Aziz memberi upah kepada pekerjanya dan mengambil zakatnya.“
Dr. Yusuf Al-Qaradawi; Menulis dalam Kitab
Fiqh Zakat yang merupakan disertasi beliau di Universitas Al-Azhar, Inti
pemikiran beliau, bahwa penghasilan atau profesi wajib dikeluarkan zakatnya
pada saat diterima, jika sampai pada nishab setelah dikurangi hutang, Dan zakat
profesi bisa dikeluarkan harian, mingguan, atau bulanan.
MUI; Dalam fatwa MUI Nomor 3 tahun 2003
disebutkan bahwa : Semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya
dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85
gram, Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup
nishab, Jika tidak mencapai nishab, maka semua penghasilan dikumpulkan selama
satu tahun; kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup
nishab.
Pro Kontra Zakat Profesi; Permasalahan zakat
profesi sesungguhnya terletak pada persoalan : 1. Haul dengan Nisab; 2. Nisab
tanpa Haul. = Tidak terkecuali Zakat Profesi ASN Haul...? + Nisab…? = %2.5 ….?
Menakar Zakat Profesi ASN = Zakat Profesi ASN
( % 2.5 ) perbulan...?; a. (% 2.5) Haul + Nishab = Perdagangan; b. (% 2.5)
Nishab – Haul =Tambang; c. (%5 - %10)Nishab – Haul = Pertanian/ perkebunan; d.
(% 20) Nishab – Haul = Rikaz; e. Zakat dengan Ketentuan Haul + Nisab =
Peternakan (sesuai jumlah ternak tertentu)
Zakat Profesi MUI + Nishab per bulan (% 2.5) -
Nishab pertahun ( % 2.5)
Walaupun demikian, jika hasil profesi
seseorang tidak mencukupi kebutuhan hidup (diri dan keluarga)nya, ia lebih
pantas menjadi mustahiq (penerima zakat).
Sedang jika hasilnya sekadar untuk menutupi
kebutuhan hidupnya, atau lebih sedikit, ia belum juga terbebani kewajiban
zakat.
Kebutuhan hidup yang dimaksud adalah
kebutuhan pokok, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, dan biaya
yang diperlukan untuk menjalankan profesinya.
Pembicara ke
tiga; Prof Drs H Asmaji Darmawi, MM.
ICMI sangat
welcome kegiatan hari ini, komitmen ICMI selalu mengacu pada masalah ke-Indonesia-an,
ke-Islam-an, dan ke-Cendikiawan-nan karena sesuai dengan visi dan misi ICMI,
yang tertuang dalam AD/ART ICMI.
Memajukan
kesejahteraan umum merupakan salah satu tujuan nasional NKRI yang diamanatkan
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mewujudkan tujuan nasional tersebut, bangsa Indonesia senantiasa
melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik yang bersifat fisik material
dan mental spriritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama.
Salah satu
tujuan yang ingin dicapai dalam pembangunan bidang agama adalah meningkatnya
peran serta umat beragama dalam pembangunan nasional. Ummat Islam sebagai
kelompok mayoritas dituntut lebih besar peran sertanya, diantaranya melalui
penyediaan dana pembangunan melalui pengumpulan dan pendayagunaan dana zakat.
Zakat sebagai
ruku Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk melaksanakannya
dan diperuntukkan bagi yang berhak menerimanya.
Dengan pengelolaan zakat yang baik dan bertanggungjawab, zakat akan
menjadi sumber dana yang potensial yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan
kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Untuk itu diperlukan pengelolaan zakat
secara professional dan bertanggung jawab yang dilakukan oleh masyarakat bersama
pemerintah.
Dalam kaitan
tersebut, pemerintah berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan dan
perlindungan kepada muzakki, mustahiq, dan kepada lembaga pengelola zakat.
Untuk maksud tersebut, maka telah dikeluarkan UU RI Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat dan Keputusan Mentri Agama RI nomor 373 Tahun 2003 tentang
Petunjuk Pelaksanaannya, serta juncto Keputusan Dirjen Bimas Islam dan Urusan
Haji nomor D-291 tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat. Dan juga juncto UU RI nomor 17 tahun 2000
tentang Perubahan Ketiga atas UU nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan. Dalam UU tersebut diatur
bahwa zakat yang dibayarkan oleh wajib pajak orang pribadi pemeluk agama Islam
dan atau wajib pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam
kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang telah dikukuhkan dapat
dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak.
Sesuai dengan
tuntutan UU RI nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, bahwa pengelolaan
zakat dilakukan oleh Badan Amil Zakat, baik tingkat nasional maupun tingkat
daerah. Pemerintah tidak melakukan
pengelolaan zakat, tetapi berfungsi sebagai fasilitator, coordinator, motivator
dan regulator bagi pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Badan Amil Zakat.
Kementerian
Agama, contohnya lingkungan Kanwil Kemenag Kalsel, sejak dua tahun yang lalu
--pernyataan Kakanwil Kemenag Kalsel Noor Fahmi, 26 Februari 2018, pada acara
Rakerwil Kemenag Kalsel di G’Sign Banjarmasin--, sudah melaksanakan pemotongan
zakat profesi bagi ASN-nya, sehingga tercatat sebagai instansi yang paling konsisten
dan terbanyak menyetorkan zakat ke Baznas Provinsi Kalsel, dibanding instansi
pemerintah lainnya.
Baznas tidak
sentralisasi, tapi koordinasi terhadap lembaga zakat lainnya, seperti dompet
dhuafa, LAZISMU, Rumah Zakat, dan sebagainya, lembaga-lembaga tersebut
dimungkinkan untuk menghimpun, menyalurkan dan mendayagunakan kepada mustahiq,
tetapi ada kewajiban melaporkan ke
Baznas, berapa terhimpun, kemana dan bagaimana penyaluran dan pendayagunaannya,
akan tetapi untuk lingkup Baznas sendiri sesuai dengan Pedoman Pengelolaan
Zakat.
Dalam buku
Pedoman Pengelolaan Zakat yang dikeluarkan Direktorat Pengembangan Zakat dan
Wakaf Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji Departemen Agama RI tahun 2004,
Bab VI tentang Lingkup Kewenangan Pengumpulan Zakat, bahwa Baznas terdiri atas
Nasional, Propinsi dan Kabupaten/Kota, dan dimasing-masing tingkat bisa
membentuk lagi UPZ (Unit Pengumpul Zakat), sebagai lembaga teknis unit yang
tersebar pada Instansi, sampai pada tingkat desa/kelurahan, yang tugasnya
mengumpulkan zakat termasuk zakat fitrah dari muzakki perorangan.
Akan tetapi
dalam pendayagunaan Zakat, UPZ ini tidak bertugas untuk menyalurkan atau
mendayagunakan zakat. Kalau Zakat Maal, tidak menjadi masalah kalau disetor
dulu ke Induknya yaitu Baznas Kecamatan, Kabupaten, Propinsi maupun Nasional,
menjadi masalah kalau itu adalah zakat fitrah, pendayagunaan zakat fitrah
berdasarkan tuntunan syari’at harus sudah disalurkan sebelum shalat iedul
Fitri, kalau disetorkan dulu ke induk, secara administrasi dan teknis bisa
dipastikan tidak bisa tepat waktu disalurkan sebelum shalat ied, inilah yang
perlu pembenahan dan regulasi, supaya tidak terjadi masalah di lapangan.
Sesi Diskusi dan Dialog :
H. Abdushomad Sulaiman, Ketua Bidang Fatwa MUI Kalsel.
·
Komisi fatwa MUI Kalsel melihat pengelolaan
zakat fitrah masih semrawut,
karena tidak ada aturan yang dibuat.
·
Yang mendapat mandat oleh UU ttg Zakat adalah Baznas = Sosialiasi
dulu sehingga masyarakat tahu dan tidak semwarut, kemudian membuatkan aturan
supaya tidak semrawut.
·
Kenapa pemerintah melirik zakat untuk
pembangunan, padahal
untuk zakat sudah ada aturan baku, yang belum tentu sejalan dengan keinginan pemerintah, wewenang
pemerintah adalah pajak, zakat hanya boleh kepada golongan yang sudah
ditentukan oleh syariat, tidak boleh diluar itu.
·
Yusuf Qardhawi, gaji 42,5 setahun nisbahnya emas
juta dibagi 12 lalu dibayar perbulan, 3,6 juta = orang yang kelebihan biaya
hidup; setelah biaya makan, hutang, keperluan keluarga, dan seluruh keperluan
hidup, netto 3,6 juta, bila langsung dipotong maka zalim.
·
Al Azhar di Mesir, mereka mengelola wakaf bukan zakat, sehingga dapat
memberikan beasiswa, bahkan pemerintah sering berhutang untuk menutupi defisit
anggaran Negara.
·
Yusuf Mansyur, bisa mengelola milyaran bahkan
trilyunan dana zakat yang dihimpunnya, mengapa bisa demikian, padahal menurut UU Zakat harus lembaga.
·
Peran Baznas, H Ciut menghamburkan uang sepuluh
hari saweran untuk artis milyaran rupiah, bahkan ada
sawerannya berupa
motor Harley Davidson, seandainya Baznas menyarankan untuk mengentaskan
kemiskinan dan memberdayakan ekonomi ummat setempat, misalnya 1000 orang masing-masing
mustahiq mendapat lima juta, bisa menjadi modal usaha, maka bisa terentas
kemiskinan, paling tidak bagi warga setempat.
·
Menurut
pendapat saya, Pemerintah tidak boleh mengambil zakat, tapi mengelola
wakaf.
Hermansyah, Akademisi, praktisi, mantan ASN, dari Bengkulu.
·
ASN secara umum belum hidup layak, belum aman dan damai, karena
pada umumnya ada hutang di Bank/pihak
lain, untuk keperluan dasar
hidupnya, seperti kendaraan, rumah, dan pendidikan.
·
Setuju Zakat belum tersosialisasi dengan baik
oleh Baznas.
·
Bagaimana mengelola dan menyalurkan zakat dengan
baik, transparan, credible,
professional dan akuntable, menjadikan ummat terentas dari mustahiq
menjadi muzakki, karena itu harus mengelompok.
Tubagus (ICMI Muda Kalsel)
·
Kompetisi korupsi nomor 3, gonjang ganjing
menjelang pemilu, ummat kadang dibenci dan kadang disayang.
·
Zakat profesi, empat mazhab tidak membenarkan, kalau
dalam diskusi ini, kita tidak
setuju, harus ada solusinya.
·
ICMI Muda tidak setuju dengan zakat profesi, tapi
solusinya seandainya ada bank muslim, biaya transfer Rp.6.500,- kali satu juta
ummat yang bertransaksi, maka 6 milyar sehari, ini potensi yang sangat besar,
kesejahteraan ummat akan terangkat, ini semestinya alternative yang ditempuh ummat islam dengan regulasi
dari pemerintah.
·
Beban masyarakat bagi pengusaha sangat berat,
BPJS, dan lain-lain, kita suuzon dulu dengan pemerintah, artinya kalau ada
“kegalauan di masyarakat” seperti sekarang ini, kita harus bersuara, supaya
pemerintah ada juga control untuk setiap kebijakannya.
·
Senjata paling ampuh melemahkan ummat Islam adalah dibidang ekonomi, karena itu ummat kita harus
disatukan, diberdayakan, sebagai contoh bahwa ada kesadaran ummat belanja lebih
mengutamakan sesama muslim.
·
OTT apakah ada efek jera?, karena ada dasar
pemikiran, bahwa yang terkena itu karena sialnya saja, karena semua melakukan.
·
Jatuh tempo hutang Indonesia 443 trilyun dolar, bayar bunganya saja berapa?, artinya Indonesia sedang difisit anggaran.
·
Bangunkan potensi ekonomi ummat, kita sekarang
perang ekonomi, Alfamart, Indomart, pada prakteknya yang kelihatannya remeh, kembalian recehan yang
tidak diambil, menjadi dana
yang luar biasa besar dan dijadikan mereka untuk kepentingan ummat mereka.
Alimun (Aktivis, Guru, Wartawan)
·
Faktanya ASN banyak yang dibawah gol IV, total
gajinya nettonya tidak dapat menjadi muzzaki, karena
untuk keperluan hidupnya saja, SK tergadai di Bank.
·
Bagi ASN adanya potongan gaji profesi, sebetulnya
banyak yang teriak menolak, tapi tidak berani atau tidak bisa bersuara, atau
tidak tersalurkan aspirasinya.
NN (tidak menyebut nama) Dari Universitas Muhammadiyah
·
Isu yang sangat menarik, penguatan Baznas.
·
Unmuh Dengan UNU dan Ormas yang lain seperti
sepatu yang saling merindukan, walaupun kadang ada perbedaan pandangan, dan
tidak membawa semua komponen tersebut, sehingga seolah ada yang ditinggal,
dialog ini diperluas, ada rekomendasi yang konkrit, sesegeranya ada dialog
dengan MUI dengan melibatkan semua Ormas menyikapi masalah ini, ada
ditindaklanjuti MUI dan diinisiasi oleh ICMI, siapa tahu ini test case
bagaimana reaksi ummat, jangan sampai hanya jadi wacana tanpa ada hasil
konkrit.
Closing
Statement
Asmaji Darmawi (Nara Sumber) :
1.
Zakat
Profesi pada dasarnya wajib, bagi yang wajib zakat, dan sukarela bagi yang
tidak wajib zakat, berupa infaq dan, atau shadaqah.
2.
Kepres
Zakat Profesi ASN, pada dasarnya adalah optimalisasi zakat, karena di daerah
lain sudah berjalan, penyaluran untuk kemaslahatan ummat
3.
ASN
bersedia dipotong zakatnya, menurut statement dari Menteri Agama tidak ada
pengistimewaan dalam bentuk apapun, dan yang tidak bersedia maka tidak mendapat
sanksi apapun.
Fahmi Al Amruzi (Nara Sumber) :
1.
Menyadarkan
kita untuk mengkaji kembali, dan menggugah kita untuk menggali tentang Zakat,
dan peduli dengan permasalahan ummat.
2.
Baznas
lebih optimal dalam sosialisasi
Andi Tanri Sompa (Nara Sumber) :
1.
Pemerintah
semestinya menyiapkan data fakir miskin.
2.
Tidak
ada hak Negara untuk memotong, karena ini hak privasi yang berbeda dengan
pajak.
Irfani Hazransyah (Moderator) :
Kalau kita diam
nanti menjadi bias, jangan sampai karena diam, lalu dianggap setuju tanpa
syarat, yang disampaikan oleh kementerian itu baru wacana, tapi khusus
Kementerian Agama sudah melaksanakan (=paling tidak dari klaim Kanwil
Kementerian Agama Kalsel yang sudah melaksanakan dan berjalan dua tahun
terakhir), sedangkan di masyarakat atau instansi diluar, masih bertanya-tanya
karena “kurangnya sosialisasi”, jangan-jangan, sampai-sampai, tahu-tahu,
ternyata sudah dilaksanakan.
Komparasinya,
ICMI tidak hanya harus proporsional dan professional sesuai dengan
kecendekiawanannya, harus pro aktif dan harus disikapi dengan baik, dalam waktu
dekat, ICMI, Baznas beserta Ormas-Ormas dan komponen bangsa lainnya, ada
pertemuan dengan MUI, sehingga dapat menyatakan sikap dan masukan kepada
pemerintah.
Isu yang
semestinya menjadi perhatian pemerintah, selain dengan zakat profesi, yang
semestinya juga diregulasi pemerintah adalah; zakat pertambangan, yang potensinya
malah mungkin lebih besar dan polemiknya lebih kecil.
Notulen : M. Fithri, S.Ag
PNS Penyuluh Agama Islam Kemenag Kab.Banjar
Wakil Sekretaris ICMI Orwil Kalsel
Wakil Sekretaris Koalisi Kependudukan Kalsel
Pengurus Wilayah IGI Kalsel
Potensi zakat muslim Indonesia sungguh dahsyat sd 200 trilyun, ini tentu bila dikelola dengan baik dan benar, sangat bermanfaat tidak hanya untuk ummat Islam tapi juga untuk bangsa Indonesia
BalasHapus