Dimensi Sains Isra' Mi'raj oleh Prof Dr Fahmi Amhar
DIMENSI
SAINS ISRA’ MI'RAJ
____________________________
Oleh : Prof. Dr. Fahmi Amhar
Peneliti Utama Badan Informasi
Geospasial
Anggota Dewan Pakar Ikatan Alumni
Program Habibie
Ketika
peristiwa Isra’ Mi’raj diperingati, pada umumnya para khatib menghubungkannya
dengan perintah sholat. Begitu
pentingnya ibadah sholat, sehingga Rasulullah sampai dipanggil langsung bertemu
Allah di langit.
Sholat
adalah pilar agama. Sedang sholat berjama’ah dapat disebut “pilar negara”,
karena memberi pelajaran berharga model kepemimpinan dalam Islam, yang tetap
relevan sampai kapanpun. Kepemimpinan Islam bukanlah diktatur (karena imam bisa
diingatkan bila salah dan diganti bila batal), juga bukan demokratis (karena
syarat dan rukun sholat tak bisa didiskusikan). Pemimpin dipilih oleh rakyat
untuk memimpin dengan syariat dari Tuhan Yang Maha Esa. Sudah benar bahwa di
konstitusi kita tidak tersurat “demokrasi” namun “kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Namun Isra’
Mi’raj sebagai sebuah perjalanan ajaib di malam hari dari Masjidil Haram ke
Masjidil Aqsha di bumi yang diberkati juga memiliki dimensi sains dan politik.
Dimensi
sains karena perjalanan Isra’ saja yang menempuh jarak kurang lebih 1250 Km
pada masa itu sudah sesuatu yang mustahil ditempuh dalam semalam. Memang saat
ini, dengan pesawat supersonik, perjalanan itu dapat ditempuh 15 menit saja.
Namun peristiwa mi’raj ke langit tentu tetap misterius.
Andaikata
perjalanan pergi-pulang ke langit itu ditempuh dari ba’da Isya (sekitar pukul
20) sampai menjelang Shubuh (sekitar pukul 04), maka jarak bumi – langit adalah
4 jam. Bila Nabi beserta malaikat jibril
bergerak dengan kecepatan cahaya, maka jarak yang ditempuh baru sekitar
4.320.000.000 Km, atau baru di sekitar Planet Neptunus. Belum keluar tata
surya. Bintang terdekat Proxima Alpha
Centaury ada pada jarak sekitar 4,2 tahun cahaya. Tidak mungkin dikunjungi
pergi-pulang dalam semalam.
Apalagi ada
kendala Teori Relativitas Khusus. Menurut Einstein, materi yang bergerak
mendekati kecepatan cahaya, maka akan mengalami kontraksi ukuran sampai
mendekati nol, dan pada saat yang sama massanya mendekati tak terhingga. Apakah
Nabi mengalami hal itu?
Misteri ini
tentu makin menantang para ilmuwan muslim untuk menjawab dengan berbagai teori
fisika yang dikenal saat ini. Teori
Einstein sudah terbukti ribuan kali di dunia fisika partikel, dan juga pada
satelit yang mengorbit bumi 90 menit sekali sambil membawa jam atom.
Ada juga yang
mencoba memahami dengan ayat 70 Surat al-Maarij, “Malaikat-malaikat dan Jibril
naik kepada Rabb dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun”, sebagai
jarak ke langit adalah 50.000 tahun cahaya.
Malaikat mampu melesat dengan laju jauh di atas cahaya (Faster Than
Light, FTL-Travelling).
Namun
astrofisika memastikan bahwa sehari malaikat ini belum keluar dari galaksi
Bimasakti. Galaksi tetangga Andromeda saja berjarak 2,5 juta tahun cahaya. Dan
itu juga belum langit. Di manakah langit sebenarnya? Batas jagad raya teramati ada pada 14 Milyar
tahun cahaya!
Melihat hal
ini, sains mulai berspekulasi bahwa dunia yang kita amati ini memiliki struktur
yang tidak linear. Terlalu banyak materi gelap (“dark matter”) yang mungkin
telah melengkungkan ruang dan waktu. Allah barangkali telah memasang
“gerbang-gerbang langit” yang bisa menjadi jalan pintas ke lokasi yang maha
jauh. Bukankah Allah telah memberi
tantangan “Hai jama`ah jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya melainkan dengan
kekuatan” (QS 55:33). Dan relativitas waktu telah ditunjukkan dengan kisah
Ashabul Kahfi, yang ditidurkan selama 309 tahun, sementara mereka hanya merasa
setengah hari.
Semua ini
memang ujian keimanan. Namun bagi seorang mukmin, iman yang ideal adalah iman
yang produktif. Ada ratusan ayat suci
yang menggelitik seorang muslim untuk menguak rahasia alam. Itulah yang diinginkan Allah ketika berfirman
“Maka mengapa kalian tidak memperhatikan bagaimana unta diciptakan, dan langit
ditinggikan?“ (QS 88:17-18). Muslim generasi awal menjadikan ayat itu inspirasi
untuk mempelajari biologi dan astronomi.
Kitab astronomi “Almagest” karya Ptolomeus (100-170M) pernah dijadikan “kitab
tafsir” atas ayat tersebut.
Maka abad
pertengahan dihiasi oleh ratusan astronom muslim, dari Al-Battani (858-929M),
Al-Biruni (973-1048M), hingga Quthubuddin As Syairazy (1236–1311M). Mereka
tidak hanya memastikan bulatnya bumi, juga mewariskan teknik mengukurnya,
bahkan memastikan bahwa bumi bukan pusat tata surya, ratusan tahun sebelum
Copernicus (1473-1543M).
Dalam
teknologi, Abbas Ibn Firnas (810-887M) dari Cordoba diketahui benar-benar
membuat alat terbang. Dia berhasil terbang dengan alat yang kita kenal sebagai
gantole dan parasut. Lebih 11 abad kemudian Wright bersaudara dari Amerika
menambahkan mesin padanya, dan jadilah pesawat terbang bermesin.
Pada abad
pertengahan, umat Islam memiliki keunggulan di bidang sains ketika semangat
berpikir menguak rahasia alam masih tinggi, dan iklim mencintai sains masih
hidup baik di masyarakat maupun di pemerintahan. Berijtihad dalam sains masih
dianggap ibadah dan amal jariyah. Dan berwakaf untuk laboratorium atau
observatorium masih menjadi gengsi para aghniya.
Namun ketika
aktivitas berpikir makin diabaikan, maka ada suatu titik ketika bangsa Barat
menyalip keunggulan peradaban Islam, dan akhirnya penjajahan atas negeri-negeri
Islam dimulai. Puncaknya adalah saat al Aqsha di bumi yang diberkahi dijajah
oleh Israel hingga hari ini. Inilah
dimensi politik dari Isra’ Mi’raj.
Oleh karena
itu, dalam memperingati Isra’ Mi’raj sudah sewajarnya kita kuatkan kembali
keimanan, lalu kita jadikan sholat berjama’ah sebagai model kepemimpinan Islam.
Kemudian kita jadikan cinta sains untuk membangun ulang peradaban Islam, yang
akan menjadi bekal memerdekakan bumi Islam yang terjajah.
Umat Islam
tanpa sains dan teknologi terbukti mudah terjajah. Sains dan teknologi tanpa
Islam cenderung menjajah. Hanya jika umat Islam memegang kendali atas sains dan
teknologi, maka mereka akan kembali merahmati alam, membebaskan dunia dari
penjajahan.
Inspiratif dan mencerahkan
BalasHapusMantab Ustadz πππ inspiratif dan mencerahkan π
BalasHapus